Jumat, 20 Juni 2014

Fiqih Muslimah di Bulan Suci Ramadhan

Dalam kajian ini-  dibahas hukum-hukum yang berkaitan dengan wanita secara khusus.

1. Wanita sebagaimana pria disyari’atkan memanfaatkan bulan suci ini untuk hal-hal yang bermanfaat, dan memperbanyak menggunakan waktu untuk beribadah. Seperti memperbanyak bacaan Al-Qur’an, dzikir, do’a, shodaqoh dan lain sebagainya, karena pada bulan ini amal sholeh dilipatgandakan pahalanya.
2. Mengajarkan kepada anak-anaknya akan nilai bulan Ramadhan bagi umat Islam, dan membiasakan mereka berpuasa secara bertahap (tadarruj), serta menerangkan hukum-hukum puasa yang bisa mereka cerna sesuai dengan tingkat kefahaman yang mereka miliki.
3. Tidak mengabiskan waktu hanya di dapur, dengan membuat berbagai variasi makanan untuk berbuka. Memang wanita
perlu menyiapkan makanan, tetapi jangan sampai hal itu menguras seluruh waktunya, karena ia juga dituntut untuk mengisi waktunya dengan beribadah dan bertaqorrub (mendekatkan diri) kepada Allah.
4. Melaksanakan shalat pada waktunya (awal waktu)
Hukum berpuasa bagi muslimah berdasarkan umumnya firman Allah SWT (QS. Al-Baqoroh: 183) serta hadits Rasulullah SAW (HR.Bukhori & Muslim), maka para ulama’ ber-ijma’ bahwa hukum puasa bagi muslimah adalah wajib, apabila memenuhi syarat-syarat; antara lain: Islam, akil baligh, muqim, dan tidak ada hal-hal yang menghalangi untuk berpuasa.

Wanita Shalat Tarawih, I’tikaf dan Lailat al Qodr
- Wanita diperbolehkan untuk melaksanakan shalat tarawih di masjid jika aman dari fitnah. Rasulullah SAW bersabda: “Janganlah kalian melarang wanita untuk mengunjungi masjid-masjid Allah ” (HR. Bukhori). Prilaku ini juga dilakukan oleh para salafush shaleh. Namun demikian, wanita diharuskan untuk berhijab (memakai busana muslimah), tidak mengeraskan suaranya, tidak menampakkan perhiasan-perhiasannya, tidak memakai angi-wangian, dan keluar dengan izin (ridho) suami atau orang tua.
- Shaf wanita berada dibelakang shof pria, dan sebaik-baik shaf wanita adalah shaf yang di belakang (HR. Muslim). Tetapi jika ia ke masjid hanya untuk shalat, tidak untuk yang lainnya, seperti mendengarkan pengajian, mendengarkan bacaan Al-Qur’an (yang dialunkan dengan baik), maka shalat di rumahnya adalah lebih afdlol.
- Wanita juga diperbolehkan melakukan i’tikaf baik di masjid rumahnya maupun di masjid yang lain bila tidak menimbulkan fitnah, dan dengan mendapatkan izin suami, dan sebaiknya masjid yang dipakai i’tikaf menempel atau sangat berdekatan dengan rumahnya serta terdapat fasilitas khusus bagi wanita.
- Wanita juga di perbolehkan menggapai ‘lailat al qodr’, sebagaimana hal tersebut dicontohkan Rasulullah SAW dengan sebagian isteri beliau.

Wanita Haidh dan Nifas
Shiyam dalam kondisi ini hukumnya haram. Apabila haid atau nifas keluar meski sesaat sebelum maghrib, ia wajib membatalkan puasanya dan mengqodo’nya (mengganti) pada waktu yang lain.
Apabila ia suci pada siang hari, maka untuk hari itu ia tidak boleh berpuasa, sebab pada pagi harinya ia tidak dalam keadaan suci. Apabila ia suci pada malam hari Ramadhan meskipun sesaat sebelum fajar, maka puasa pada hari itu wajib atasnya, walaupun ia mandi setelah terbit fajar.

Wanita Hamil dan Menyusui
a. Jika wanita hamil itu takut akan keselamatan kandungannya, ia boleh berbuka.
b. Apabila kekhawatiran ini terbukti dengan pemeriksaan secara medis dari dua dokter yang terpercaya, berbuka untuk ibu ini hukumnya wajib, demi keselamatan janin yang ada dikandungannya.
c. Apabila ibu hamil atau menyusui khawatir akan kesehatan dirinya, bukan kesehatan anak atau janin, mayoritas ulama’ membolehkan ia berbuka, dan ia hanya wajib mengqodo’ (mengganti) puasanya. Dalam keadaan ini ia laksana orang sakit.
d. Apabila ibu hamil atau menyusui khawatir akan keselamatan janin atau anaknya (setelah para ulama’ sepakat bahwa sang ibu boleh berbuka), mereka berbeda pendapat dalam hal: Apakah ia hanya wajib mengqodo’? atau hanya wajib membayar fidyah (memberi makan orang miskin setiap hari sejumlah hari yang ia tinggalkan)? atau kedua-duanya qodho’ dan fidyah (memberi makan):
- Ibnu Umar dan Ibnu Abbas membolehkan hanya dengan memberi makan orang miskin setiap hari sejumlah hari yang ditinggalkan.
- Mayoritas ulama’ mewajibkan hanya mengqodho’.
- Sebagian yang lain mewajibkan kedua-duanya; qodho’ dan fidyah.
- DR. Yusuf Qorodhowi dalam Fatawa Mu’ashiroh mengatakan bahwa ia cenderung kepada pendapat yang mengatakan cukup untuk membanyar fidyah (memberi makan orang setiap hari), bagi wanita yang tidak henti-hentinya hamil dan menyusui. Tahun ini hamil, tahun berikutnya menyusui, kemudian hamil dan menyusui, dan seterusnya, sehingga ia tidak mendapatkan kesempatan untuk mengqodho’ puasanya.
Lanjut DR. Yusuf al-Qorodhowi; apabila kita membebani dengan mengqodho’ puasa yang tertinggal, berarti ia harus berbuasa beberapa tahun berturut-turut sertelah itu, dan itu sangat memberatkan, sedangkan Allah tidak menghendaki kesulitan bagi hambaNya.

Wanita yang Berusia lanjut
Apabila puasa membuatnya sakit, maka dalam kondisi ini ia boleh tidak berpuasa. Secara umum, orang yang sudah berusia lanjut tidak bisa diharapkan untuk melaksanakan (mengqodho’) puasa pada tahun-tahun berikutnya, karena itu ia hanya wajib membayar fidyah (memberi makan orang miskin).

Wanita dan Tablet Pengentas Haidh
Syekh Ibnu Utsaimin menfatwakan bahwa penggunaan obat tersebut tidak dianjurkan. Bahkan bisa berakibat tidak baik bagi kesehatan wanita. Karena haid adalah hal yang telah ditakdirkan bagi wanita, dan kaum wanita di masa Rasulullah SAW tidak pernah membebani diri mereka untuk melakukan hal tersebut. Namun apabila ada yang melakukan, bagaimana hukumnya ?. Jawabnya: Apabila darah benar-benar terhenti, puasanya sah dan tidak diperintahkan untuk mengulang. Tetapi apabila ia ragu, apakah darah benar-benar berhenti atau tidak,maka hukumnya seperti wanita haid, ia tidak boleh melakukan puasa. ( Masa’il ash Shiyam h. 63 & Jami’u Ahkam an Nisa’ 2/393)

Mencicipi Masakan
Para ulama’ memfatwakan tidak mengapa wanita mencicipi rasa masakannya, asal sekedarnya dan tidak sampai di tenggorokan, dalam hal ini diqiyaskan dengan berkumur. (Jami’u Ahkam an Nisa’).

Demikian panduan ringkas ini, semoga para wanita muslimah dapat memaksimalkan diri beribadah selama bulan Ramadhan tahun ini, untuk meraih nilai taqwa.

Sumber: http://www.salimah.or.id/fiqih-puasa-bagi-muslimah/

Menyambut Bulan Suci Ramadhan

Ukhti, bulan Ramadhan sudah tidak lama lagi. Bulan yang teramat istimewa bagi kaum muslimin. Bulan penuh berkah, rahmat dan maghfirah. Sedemikian istimewanya bulan ini, Rasulullah SAW telah mempersiapkan dirinya jauh hari, MasyaAllah :D Sejak bulan Rajab beliau SAW mengkondisikan dirinya untuk menyambut dan menghadapi bulan Ramadhan. Anas bin Malik ra. menuturkan bahwa saat memasuki bulan Rajab, beliau SAW senantiasa berdo’a: Ya Allah berkahilah kami pada bulan Rajab dan Sya’ban dan sampaikanlah kami pada bulan Ramadhan”. (HR. Tirmidzi dan ad-Darimi)

Menjelang Ramadhan Rasulullah SAW pun biasa mengumpulkan para shahabatnya ra. dan memberi khutbah agar mereka mempersiapkan diri dalam menghadapi bulan Ramadhan. Dalam khutbahnya, Nabi SAW mendorong para shahabat untuk mengisi bulan suci ini dengan berbagai ibadah dan amal shalih. Diantara cuplikan khutbah beliau SAW ialah: “Berdoalah kalian kepada Allah, Rabb kalian, dengan niat yang ikhlas dan hati yang tulus agar Allah membimbing kalian untuk melakukan shaum dan membaca kitabNya. Celakalah orang yang tidak meraih ampunan pada bulan yang agung ini. Ingatlah, dengan rasa lapar dan haus kalian, kelaparan dan kehausan pada hari Kiamat. Bersedekahlah kepada kaum fakir dan miskin. Muliakanlah orangtua kalian, sayangilah yang muda, sambunglah silaturahim kalian, jagalah lidah kalian, tahanlah pandangan kalian dari apa yang tidak halal kalian pandang, dan peliharalah pendengaran kalian dari apa yang tidak halal kalian dengarkan”.

Di bulan Ramadhan, para shahabat mengisinya dengan kekhusuan ibadah dan berlomba-lomba dalam amal shalih. Ustman bin Affan ra. pernah mengkhatamkan al-Qur’an dalam satu rakaat shalatnya. Umar Ibnu Khatab ra. kian banyak menangis hingga membayang dua garis hitam di kedua pipinya. Ali bin Abi Thalib ra. kian sering merenung dan menangis di mihrabnya sampai janggutnya basah oleh air matanya. Ia pun berkata: “Wahai dunia, jikalau engkau hendak menipu… carilah orang lain. Sungguh, telah kuceraikan dirimu dengan thalak tiga”. Diriwayatkan pula, Imam Syafi’i selama bulan Ramadhan, mengkhatamkan al-Qur’an sedikitnya 60 kali.

Berbagai persiapan semestinya dilakukan umat muslim dalam menyambut dan menghadapi bulan Ramadhan, agar berbagai keutamaan bulan suci ini bisa kita raih bersama. Rasulullah SAW pernah menyatakan, seandainya manusia tahu berbagai keutamaan yang ada pada bulan Ramadhan, niscaya mereka menuntut agar semua bulan dalam setahun adalah Ramadhan seluruhnya. Ukhti, ada enam langkah yang dapat dipersiapkan dalam menyambut Ramadhan, agar selain bisa meraih berbagai keutamaan bulan tersebut, juga merasakan nikmatnya ibadah dan lezatnya beramal shalih pada bulan penuh berkah dan maghfirah tersebut :

1. melakukan instrospeksi diri (muhasabah). Ukhti, mengapa kita harus memulainya dengan menghisab diri? Tiada lain agar terjadi peningkatan kualitas diri pada setiap bulan Ramadhan. Ramadhan menjadi bulan pembinaan (tarbiyah), sehingga setiap tahun kualitas seorang muslim mengalami up-grading, peningkatan. Peningkatan ini tidak bisa terjadi bila seseorang tidak mengetahui kekurangan dirinya. Evaluasi dalam masalah keikhlasan, apakah masih banyak dalam ibadah dan amal kita dikotori dengan riya dan sum’ah. Evaluasi dalam pergaulan, apakah hasad (iri dengki) dan ghibah masih mewarnai. Evaluasi dalam keilmuan dan pengetahuan tentang Islam, agama yang akan menjadi bekal bagi hidup di dunia dan di akhirat, sejauhmana kita memahami al-Qur’an dan berusaha mengamalkannya.   

2. Taubat yang benar (at-taubah ash-shadiqah). Ukhti, seorang muslim tidak bisa menikmati Ramadhan, merasakan lezatnya ibadah di bulan suci bila masih bergelimang dalam dosa. Karena itu, ketika Ali bin Abi Thalib ra. bertanya: “Ya Rasulullah, amal apa yang paling utama di bulan Ramadhan?” Jawab Nabi SAW, “Amal yang paling utama di bulan ini adalah menjaga diri dari apa yang diharamkan Allah (Dosa)”. Dosa adalah kotoran yang bisa menutup hati. Hati yang kotor tidak mungkin bisa melihat keagungan Ramadhan dan merasakan nikmatnya ibadah di bulan suci ini.

3. Merencanakan dengan matang (at-takhthiith) agenda kegiatan di bulan Ramadhan. Isilah hari-hari yang istimewa di bulan suci ini dengan kegiatan ibadah dan banyak amal shalih. Perbanyak membaca al-Qur’an, laksanakan shalat-shalat sunnah, rajin menghadiri majlis ta’lim, bermurah hati untuk sedekah dan amal jariyah, semua itu akan mengisi kekosongan dan menghindari kelalaian yang bisa menjerumuskan pada dosa. Bila dari waktu ke waktu terjaga dalam ketaatan dan ibadah, niscaya terjaga pula kita dari dosa yang bisa menghalangi diri dari meraih keistimewaan bulan ramadhan, dan dari menikmati kelezatan ibadah di bulan suci, MasyaAllah :D

4. Sadarilah bahwasanya Ramadhan (Shaum) itu adalah bagian dari ibadah bukan adat kebiasaan (ash-shaum‘ibadah laa ‘aadah). Shaum itu bukan kebiasaan, dilaksanakan sebagai rutinitas. Bila demikian, maka wajarlah bila ada orang yang melalui berkali-kali Ramadhan namun tidak mengalami perubahan diri, tidak ada perbaikan. Tidak boleh seperti itu. Shaum adalah ibadah yang memiliki syarat-syarat, ada rukun-rukun, ada sunnah-sunnah, ada capaian yang harus diraih. Bila shaum dilaksanakan asal-asalan, rugilah orang yang melaksanakannya, karena ia hanya beroleh rasa lapar dan dahaga saja. 

5. Mengetahui ilmu tentang shaum dan memahaminya (al-‘ilmu wal fiqhu). Ilmu inilah yang akan membimbing agar shaum terlaksana sesuai dengan arahan dari yang mewajibkannya, yakni Allah SWT. Dengan pemahaman shaum yang benar, niscaya Ramadhan bisa terasa indah, nikmat dan penuh berkah. 

6. Sebelum dan selama Ramadhan, sepatutnyalah kita sebagai umat muslim bergiat dalam menghadiri majlis-majlis ilmu dan dzikr agar sempurnalah persiapan untuk menyambut Ramadhan, siap pula melaksanakan seluruh kewajiban dengan perasaan lapang dan bahagia.`

Dengan enam persiapan tersebut, capaian dari pelaksanaan ibadah shaum (la’allakum tattaqun) agar menjadi manusia bertaqwa insyaAllah bisa tercapai, Amin. Taqwa adalah sasaran yang agung, karena itulah nilai manusia di sisi Allah SWT. “Ya Allah berkahilah dan sampaikanlah kami kepada bulan Ramadhan”.

Sumber : http://budihataat.blogspot.com/2010/12/menyambut-bulan-ramadhan.html